Adira Multifinance

Demonstrasi 2025: Dari Senayan ke Dompet Kita

31 Agustus 2025 Uncategorized
Demonstrasi 2025: Dari Senayan ke Dompet Kita

Suara klakson ojek daring bersahut-sahutan dengan teriakan mahasiswa di depan Gedung DPR Senayan, akhir Agustus lalu. Di tengah terik matahari, massa mengangkat spanduk bertuliskan: “Rp50 Juta Tunjangan, Kami Cuma Bisa Makan Mi Instan.”

Kemarahan publik dipicu oleh keputusan DPR menaikkan tunjangan perumahan anggotanya hingga sekitar Rp50 juta per bulan. Angka itu hampir sepuluh kali lipat dari upah minimum Jakarta. Kebijakan yang keluar di tengah melonjaknya harga kebutuhan pokok ini dianggap mencolok—dan meletupkan protes di berbagai kota.

Dari Jakarta ke Makassar

Demonstrasi yang semula berlangsung damai berubah tragis ketika Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online berusia 21 tahun, tewas setelah tertabrak kendaraan lapis baja polisi di Jakarta. Rekaman peristiwa itu viral dan memicu gelombang solidaritas baru.

Di Makassar, massa membakar gedung DPRD Sulawesi Selatan. Api melalap hingga tiga pegawai negeri sipil yang berada di dalam gedung ikut tewas. Peristiwa serupa terjadi di Medan, di mana pos polisi dibakar. Sementara di Pati, Jawa Tengah, puluhan ribu warga turun ke jalan menolak kenaikan pajak daerah yang melonjak hingga 250 persen.

Kerusuhan semakin luas: pusat perbelanjaan tutup lebih awal, layanan transportasi terganggu, bahkan TikTok sempat menonaktifkan siaran langsung karena dianggap memicu eskalasi massa.

Pemerintah Tarik Rem

Situasi memaksa Presiden Prabowo Subianto membatalkan kunjungan kenegaraan ke Tiongkok. Ia kemudian mengumumkan pembatalan kenaikan tunjangan perumahan DPR, menangguhkan perjalanan dinas anggota parlemen, dan menyerukan dialog terbuka. “Pemerintah tidak akan membiarkan rakyat kehilangan kepercayaan,” kata Prabowo.

Namun dalam pernyataan yang sama, ia juga memberi peringatan keras: tindakan yang dianggap melampaui batas bisa dikategorikan sebagai pengkhianatan. Pesan itu membuat sebagian kelompok sipil khawatir, protes akan dihadapi dengan pendekatan keamanan ketimbang reformasi kebijakan.

Ekonomi sebagai Akar

Sejumlah analis menilai demonstrasi ini lebih dalam dari sekadar protes tunjangan. Lonjakan harga pangan, pemotongan program bantuan sosial, dan ketidakpastian kerja menjadi latar ketidakpuasan yang menumpuk. “Tunjangan DPR hanyalah percikan,” ujar seorang pengamat ekonomi. “Bahan bakarnya adalah ketimpangan.”

Situasi ini mengingatkan pada gelombang Reformasi 1998, ketika krisis moneter dan runtuhnya kepercayaan pada elite politik menjerumuskan Indonesia ke dalam krisis politik.

Dari Negara ke Dompet

Bila ditarik ke level personal, protes 2025 sesungguhnya membawa pesan sederhana: bagaimana uang dikelola menentukan legitimasi dan kepercayaan. Negara yang mengabaikan prinsip keadilan dan transparansi menuai resistensi. Hal yang sama berlaku pada rumah tangga maupun individu.

Mengatur prioritas pengeluaran, bersikap terbuka soal keuangan, dan hidup sesuai kemampuan bukan hanya soal moralitas ekonomi, tapi juga soal stabilitas sosial. Tanpa itu, konflik—baik di tingkat keluarga maupun negara—mudah sekali tersulut.

Refleksi

Demonstrasi 2025 barangkali akan dicatat sebagai salah satu gejolak terbesar pasca-Reformasi. Namun di luar tuntutan politik, ada pelajaran lain yang bisa ditarik: bahwa pengelolaan uang, dari Senayan hingga ruang tamu rumah kita, membutuhkan prinsip yang sama—adil, transparan, dan realistis.

Dan bagi mereka yang sedang menghadapi tekanan finansial di tengah kondisi ekonomi yang tak menentu, solusi darurat bisa dicari tanpa harus menggadaikan masa depan. Pilihan aman seperti gadai BPKB mobil atau gadai BPKB motor di lembaga resmi yang terdaftar OJK dapat menjadi alternatif cepat dan legal, tanpa risiko kehilangan dokumen penting seperti ijazah atau identitas.

👉 Butuh dana cepat? Pilih jalur yang aman dan terdaftar. Gunakan layanan gadai BPKB mobil atau gadai BPKB motor yang transparan dan terpercaya—karena menjaga keuangan dengan bijak, sekecil apa pun, adalah bentuk perlawanan sehari-hari terhadap ketidakadilan yang lebih besar.

Adira Multifinance